Membahas Jenderal Soeharto sama halnya mengejar bayang bayang kita sendiri di tengah teriknya matahari. Kita takkan pernah menjumpai titik yang pas untuk mendefinisikan Profil Jenderal Soeharto. Apabila dalam kisah Ramayana kita mengenal tokoh DASAMUKA (Sepuluh wajah), maka kita di Bumi Nusantara ini juga memiliki tokoh Dasamuka (sepuluh wajah), bahkan lebih dari sepuluh. Perbedaan yang prinsip di antara keduanya hanya pengaturan waktu dalam pengunaan kesepuluh wajah yang dimilikinya. Dasamuka selalu menggunakan sepuluh wajah yang dimilikinya secara bersama-sama, tetapi tidak demikian halnya dengan Jenderal Soeharto.
Jenderal Soeharto sangat pandai menyelaraskan wajah dan waktu pengunaannya. Maka tak heran jika terkadang kita melihatnya sebagai ALGOJO berdarah dingin. Tapi di lain sisi dia akan tampil sebagai DEWA PENOLONG bagi sebagian rakyat Indonesia. Jenderal Soeharto begitu menyayangi kesepuluh wajah yang dimilikinya, dan ingin terus memelihara sehingga selalu tampak awet muda. Guna memenuhi keinginan tersebut, maka dibentuklah team Khusus untuk merawat wajah-wajah Jenderal Soeharto dengan baik. Kedua tim tersebut oleh Jenderal Soeharto diberi nama ABRI dan GOLKAR. Kedua tim inilah yang senantisa dengan setia mengawal setiap langkah Jenderal Soeharto.
Berbagai uraian di atas hanya merupakan selayang pandang dari sosok Jend. Soeharto. Dalam tulisan kali ini, Penulis akan menggali sosok Jend. Soeharto dari sisi yang berbeda. Saya tidak melihat Jend. Soeharto sebagai sebuah sosok pribadi, tetapi lebih memfokuskan pada LANDASAN BERFIKIR JENDERAL SOEHARTO. Selaras dengan arah artikel ini, maka Penulis tidak membuat evaluasi tentang HITAM dan PUTIHNYA Strategi yang dimainkan oleh Jenderal Soeharto.
Ada beberapa hal yang berkaitan dengan Landasan Berfikir Jend. Soeharto :
- Kemauan yang kuat untuk merubah nasib;
- Kemampuan menghapus jejak hitam masa lalu;
- Kepekaan memanfaatkan peluang yang ada;
- Berani mengambil keputusan yang beresiko tinggi;
- Mampu menstabilkan dan meredam kondisi yang ada.
Kemauan yang Kuat untuk Merubah Nasib
Jend. Soeharto adalah sosok anak desa yang memiliki cita-cita dan kemauan yang keras. Dia bukan seorang sarjana, dan karier militernya diawali sebagai seorang opsir KNIL. Dia bukan lulusan Akademi Militer. Namun demikian, dengan berbekal kerja keras dan kecerdikan, Pangkat Jenderal TNI berhasil diraihnya. Bukan hanya sekedar Jenderal Staff di lingkungan TNI AD, tapi Jabatan Pangkostrad. Pangkostrad merupakan jabatan prestise di lingkungan TNI AD. Semua Jenderal TNI AD mendambakan jabatan tersebut. Tetapi hanya Jenderal pilihan yang mampu meraihnya. Dan salah satunya adalah Jenderal Soeharto. Di sini tampak kelebihan Jenderal Soeharto dibanding Jenderal lainnya.
Kemampuan Menghapus Jejak Hitam Masa Lalu
Perjalanan karier militer Jenderal Soeharto tidak selalu putih. Jenderal Soeharto kerap tersandung dalam lembaran hitam. Satu kasus yang sangat menonjol dan sangat kritis dalam kariernya di dunia mliter adalah kasus penyelundupan peralatan tempur milik TNI AD. Hal ini hampir membuat karier militernya berakhir tragis. Namun kembali pada kemampuannya sebagai Dasamuka Indonesia, maka dengan tepat dia mampu memilih wajah yang harus dipakai dalam mengatasi permasalahan yang dihadapinya. Dengan cerdiknya dia dapat menghindar dari berbagai tuntutan. Bahkan catatan hitam tersebut tidak menjadi penghalang bagi Jenderal Soeharto dalam merebut jabatan PANGKOSTRAD. Mengapa jabatan Pangkostrad tidak diberikan kepada Jenderal yang memiliki catatan bersih? Jawabannya hanya satu, yaitu Jenderal Soeharto memiliki strategi yang jauh lebih tinggi dibanding Jenderal lainnya.
Kemampuan Memanfaatkan Peluang yang Ada
Peristiwa G30S PKI membuat kalang kabut semua petinggi yang ada di Indonesia. Baik dari kalangan sipil maupun dari kalangan militer. Bahkan Presiden Soekarno pun terlambat dan tidak cepat melihat realita yang ada. Hal demikian tidak berlaku bagi Jenderal Soeharto. Dengan pemikiran yang tenang dan langkah yang pasti dia menciptakan peluang dalam kondisi yang ada. Dengan strategi yang halus, dia susun kekuatan. Hal ini berujung pada titik klimaksnya dengam penyerahan Surat Perintah Sebelas Maret (SUPER SEMAR) dari Presiden Soekarno kepada Jenderal Soeharto.
Kita semua tahu betap jeniusnya Presiden Soekarno. Dunia International juga mengakui hal tersebut. Namun pada kenyataannya, Presiden Soekarno tidak mampu membaca strategi yang tengah dijalankan Jenderal Soeharto. Maka secara jujur harus kita akui bahwa Jenderal Soeharto memiliki strategi penyerangan yang demikian hebat dan halus. Hal ini hanya dimiliki oleh seorang Jenderal yang memiliki Strategi tempur dan strategi Intelijen yang jenius. Sekali lagi hal tersebut hanya dimiliki Jenderal Soeharto.
Berani Mengambil Keputusan yang Beresiko Tinggi
Banyak sumber sejarah yang menyebutkan bahwasanya Super Semar didapat oleh Jenderal Soeharto dengan cara paksa. Andaipun hal tersebut benar, kesimpulan yang dapat kita tarik di sini menyebutkan, bahwasanya Jenderal Soeharto memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan yang beresiko tinggi.
Bisa dibayangkan, bagaimana seorang Jenderal mampu memaksakan kehendak kepada seorang Presiden RI/Mandataris MPR/Panglima Tertinggi ABRI/Pemimpin Besar Revolusi, Soekarno. Hanya Jenderal yang berjiwa harimau mampu melakukan semua itu. Jenderal Soeharto berdiri di persimpangan jalan dan hanya memiliki dua pilihan: menjadi Presiden, atau mati digantung sebagai seorang yang melakukan kudeta. Mampukah kita melakukan hal itu? Jawabannya sudah pasti, TIDAK MAMPU. Karena kita hanya bagian dari orang-orang berjiwa kerdil. Kita hanya mampu berteriak kepada seseorang apabila orang tersebut dalam posisi lemah dan tidak lagi berkuasa.
Mampu Menstabilkan dan Meredam Kondisi yang Ada
Pasca lengsernya Presiden Soeharto, jabatan Presiden RI datang silih berganti personil. Sepintas bagaikan orang keluar masuk di kamar kecil yang ada di terminal. Mengapa demikian? Jawabannya hanya satu, mereka tidak bisa menguasai dan meredam kondisi yang ada. Jangan berdalih, bahwa kesadaran berdemokrasi di Indonesia saat ini jauh lebih tinggi dibanding jaman Presiden Soeharto, tapi jawablah dengan jujur bahwa saya lebih bodoh dari Jenderal Soeharto. Jangan katakan bahwa Jenderal Soeharto dengan jahat telah membungkam aspirasi rakyat, tapi katakanlah Jenderal Soeharto begitu jenius untuk membungkam aspirasi rakyat.
Melihat dari berbagai kenyataan yang tertuang di atas, maka kita sebagai generasi penerus suatu bangsa harus mampu menyerap LANDASAN BERPIKIR JENDERAL SOEHARTO, hal ini akan sangat berguna untuk kelangsungan hidup kita sebagai sebuah pribadi ataupun kita sebagai bagian suatu bangsa menghadapi masa depan. Tinggal kemampuan kita memberi FILTER NORMA AGAMA dalam aplikasi nyata.
Sumber : KabarIndonesia
Keep Never Say Die Attitude & Down To Earth
Tidak ada komentar:
Posting Komentar