Selasa, 21 Desember 2010

Sejarah Indonesia (1950-1959) : ORDE LAMA

Era 1950-1959 adalah era di mana presiden Soekarno memerintah menggunakan konstitusi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950. Periode ini berlangsung mulai dari 17 Agustus 1950 sampai 6 Juli 1959.

Latar Belakang

Sebelum Republik Indonesia Serikat dinyatakan bubar, pada saat itu terjadi demo besar-besaran menuntut pembuatan suatu Negara Kesatuan. Maka melalui perjanjian antara tiga negara bagian, Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, dan Negara Sumatera Timur dihasilkan perjanjian pembentukan Negara Kesatuan pada tanggal 17 Agustus 1950.

Sejak 17 Agustus 1950, Negara Indonesia diperintah dengan menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950 yang menganut sistem kabinet parlementer.

Konstituante

Konstituante diserahi tugas membuat undang-undang dasar yang baru sesuai amanat UUDS 1950. Namun sampai tahun 1959 badan ini belum juga bisa membuat konstitusi baru. Maka Presiden Soekarno menyampaikan konsepsi tentang Demokrasi Terpimpin pada DPR hasil pemilu yang berisi ide untuk kembali pada UUD 1945.

Sejarah Indonesia (1966-1998) : ORDE BARU


Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde Baru hadir dengan semangat "koreksi total" atas penyimpangan yang dilakukan oleh Soekarno pada masa Orde Lama.

Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat meskipun hal ini terjadi bersamaan dengan praktik korupsi yang merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga semakin melebar.
 
Masa Jabatan Presiden Suharto

Pada 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998.

Politik

Presiden Soeharto memulai "Orde Baru" dalam dunia politik Indonesia dan secara dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh Soekarno pada akhir masa jabatannya.

Senin, 20 Desember 2010

Kisah G30S, Terungkap! Pertautan Soeharto-Untung

Hari Selasa, pengujung tahun 1966. Penjara Militer Cimahi, Bandung, Jawa Barat. Dua pria berhadapan. Yang satu bertubuh gempal, potongan cepak berusia 39 tahun. Satunya bertubuh kurus, usia 52 tahun. Mereka adalah Letnan Kolonel Untung Samsuri dan Soebandrio, Menteri Luar Negeri kabinet Soekarno. Suara Untung bergetar. “Pak Ban, selamat tinggal. Jangan sedih,” kata Untung kepada Soebandrio.

Itulah perkataan Untung sesaat sebelum dijemput petugas seperti ditulis Soebandrio dalam buku Kesaksianku tentang G30S. Dalam bukunya, Soebandrio menceritakan, selama di penjara, Untung yakin dirinya tidak bakal dieksekusi. Untung mengaku G-30-S atas setahu Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat Mayor Jenderal Soeharto.

Keyakinan Untung bahwa ia bakal diselamatkan Soeharto adalah salah satu “misteri” tragedi September-Oktober. Kisah pembunuhan para jenderal pada 1965 adalah peristiwa yang tak habis-habisnya dikupas. Salah satu yang jarang diulas adalah spekulasi kedekatan Untung dengan Soeharto.

Memperingati tragedi September kali ini, Koran Tempo bermaksud menurunkan edisi khusus yang menguak kehidupan Letkol Untung. Tak banyak informasi tentang tokoh ini, bahkan dari sejarawan “Data tentang Untung sangat minim, bahkan riwayat hidupnya,” kata sejarawan Asvi Warman Adam.

Supersemar : Betulkah Bung Karno Ditodong Jenderal?

Pintu kamar Bung Karno diketuk pengawal. Ada perwira Angkatan Darat yang ingin bertemu presiden. Mereka diutus oleh Suharto. Ada map merah muda di tangan salah seorang jendral. Di dalamnya berisi naskah yang mesti ditandatangani Sukarno.Naskah itu tidak segera ditandatangani Sukarno. Dia sempat bertanya tentang mengapa kop surat itu dari Markas Besar Angkatan Darat. Seharusnya Surat Perintah itu ber-kop surat kepresidenan. Tapi pertanyaan Sukarno hanya dijawab Jendral Basuki Rachmat, “Untuk membahas, waktunya sangat sempit. Paduka tandatangani saja”.

Kesaksian ini dituturkan Sukardjo Wilardjito, mantan pengawal Presiden Sukarno. Sesudah jatuhnya Sukarno, Sukardjo pernah dipenjara oleh rezim Orba selama 14 tahun tanpa proses pengadilan, termasuk menjalani beragam penyiksaan, disetrum puluhan kali dan dipaksa mengaku PKI.

Soekarno : Presiden yang Jenius


Soekarno merupakan sosok yang paling tabu untuk menundukkan muka di hadapan orang lain. Rasa percaya diri yang tinggi menjadi bekal bagi Putera Sang Fajar ini disaat menjadi Presiden RI Pertama, dan harus mengangkat nama Indonesia sebagai Negara yang baru terlahir untuk duduk sejajar dengan Negara lain. Sekali lagi Soekarno pantang menundukkan kepala.

Namun demikian untuk menopang ego yang begitu tinggi maka bangkitlah Soekarno sebagi seorang yang haus akan ilmu. Tak ada batasan disiplin ilmu yang dipelajarinya. Dan hal ini terpupuk sejak masa kanak-kanak.

Kondisi jaman yang serba sulit untuk para pribumi tidak membuat Soekarno kehabisan semangat untuk maju, tapi justru dia semakin liar dalam melahap berbagai ilmu. Soekarno menjadi salah satu siswa minoritas di HBS Surabaya. Dia menjadi 1 diantara 20 siswa pribumi yang ada disana dari total 300 siswa yang ada.

Usia belum genap 16 tahun Soekarno muda telah menempatkan karya orang-orang besar dibalik dinding otaknya yang cerdas. Gairah untuk merdeka telah menjadikan Bung Karno mengagumi tokoh-tokoh besar perintis kemerdekaan. Dalam khayalnya Bung Karno merasa punya ikatan batin yang kuat dengan Thomas Jefferson yang menorehkan Delaration of Independence pada tahun 1776, George Washington, Abraham Lincoln seakan-akan teman diskusi bagi Bung Karno, karena gagasan kedua tokoh ini telah menjadi kajian yang dalam bagi Bung Karno. Dan yang terisimewa adalah ajaran Karl Marx, tokoh ini sempat membayangi pola fikir Bung Karno saat menjabat sebagai Presiden RI dan Pemimpin Besar Revolusi.

Dalam hal banyaknya buku, pemahaman terhadap gagasan orang-orang besar maka Bung Karno laksana perpustakaan yang perjalan. Jangan ajak dia berdiskusi masalah politik, kareana itu sudah menjadi darah dagingnya. Jangan ajak Soekarno berdebat masalah agama, karena dia laksana seorang santri yang telah puluhan tinggal di pesantren, jangan ajak Soekarno berargumentasi masalah bunga, karena hampir semua tanaman yang ada di Istana Negara Soekarno dengan fasih dapat menyebut nama latin tanaman tersebut serta bagaimana cara merawatnya. Menghadapi beberapa Kepala Negara, Bung Karno dapat dengan tangkas melayani obrolan dengan beberapa bahasa yang di gunakan. Menguasai beberapa bahasa merupakan serpihan kecil diantara beberapa kelebihan Soekarno. Maka tak heran bila Presiden Soekarno merupakan satu-satunya Presiden yang 26 gelar Doktor HC.

Berbagai gelar Doktor HC diperoleh Presiden Soekarno dari:

Filipina: Far Eastern University, Manila (Gelar Doktor HC pertama yang dimiliki Bung Karno)

Universitas Gajah Mada Yogyakarta (19 September 1951)

Universitas Berlin ( Bidang Ilmu Tekhnik, 17 April 1960)

Institut Tekhnologi Bandung (13 September 1962)

Universitas Al Azhar, Kairo pada 24 April 1960 dalam ilmu Filsafat

IAIN Jakarta dalam Ushuludin Jurusan Dakwah pada 2 Deember 1963

Universitas Muhammadiyah Jakarta untuk Falsafah Ilmu Tauhid pada 1 Agustus 1965

Universitas Indonesia (2 Februari 1963) dalam Ilmu Pengetahuan Kemasyarakatan

Universitas Hasanuddin (25 April 1963) dalam Imu Hukum

Universitas Padjadjaran (23 Desember 1964) dalam Ilmu Sejarah

Inilah sosok Presiden yang pernah kita miliki, dan layakkah dia dipuja sebagai dewa, atau kita kutuk laksana iblis. Semua keputusan ada di tangan anda. Dan biarlah sejarah yang menjadi saksinya.

Sumber: http://penakisemar.wordpress.com/2009/10/05/presiden-yang-jenius/ 

Keep Never Say Die Attitude & Down To Earth