Jumat, 17 Desember 2010

Saat Bersejarah Bagi Bung Karno


TANGGAL 6 JUNI, 100 tahun lalu merupakan kelahiran Presiden RI
pertama Ir Sukarno. Banyak peristiwa yang mengendap di masing-masing
sanubari keluarga dan sahabatnya namun ada 48 hari penting yang memiliki
arti penting bagi putera pasangan Ida Ayu Rai Srimben dan Raden Soekemi
Sosrodihardjo, terutama untuk bangsanya.
Hari-hari tersebut adalah,

6 Juni 1901

Sukarno dilahirkan di Surabaya dari pasangan Singaraja Bali
dan Probolinggo Jawa Timur. Setelah pindah sebentar ke Sidoarjo, keluarga
Soekemi menetap di Mojokerto, Jawa Timur, dan Sukarno mulai bersekolah
di sekolah dasar zaman Belanda hingga kelas lima. Lalu, ia melanjutkan
pendidikan ke Europeesche Lagere School (ELS), sekolah Eropa berbahasa

Tahun 1915
Masuk Hoogere Burger School (HBS), sekolah menengah Belanda, dan ikut
di rumah Tjokroaminoto, Ketua Sarekat Islam. Di situ, dia berkenalan dengan
tokoh-tokoh senior pergerakan dan memulai proses magang politik.


21 Januari 1921
Artikel Sukarno yang pertama terbit di halaman depan koran Oetoesan
Hindia milik Sarekat Islam. Sukarno mengawini Oetari Tjokroaminoto–yang
menjadi perkawinan pertama Soekarno.

Pertengahan 1921
Kuliah di (Technische Hooge School—Institut Teknologi Bandung).

1923
Menikahi Inggit Garnasih, janda berusia 12 tahun lebih tua dan induk
semangnya selama ia kuliah di Bandung.

25 Mei 1926
Mendapatkan gelar insinyur dari THS. Hotel Preanger adalah salah satu
karyanya.

Pertengahan 1926:
Ikut mendirikan Klub Studi Umum, Bandung, klub diskusi yang berubah
menjadi gerakan politik radikal. Terbit artikelnya yang terkenal:
“Nasionalisme, Islam, dan Marxisme”.

4 Juni 1927
Mendirikan Perserikatan Nasional Indonesia (PNI) di Bandung. Pada
kongres 1928, gerakan itu memproklamasikan diri sebagai partai, dengan
nama baru: Partai Nasional Indonesia.

28 Oktober 1928
Sumpah Pemuda. Berbagai kelompok pemuda menyatakan “memiliki
bangsa, bahasa, dan tanah air yang sama: Indonesia.” Lagu kebangsaan
Indonesia Raya pertama kali diperdengarkan.

29 Desember 1929
Sukarno ditangkap bersama tokoh PNI lain dan dijebloskan ke tahanan
Penjara Banceuy. Tuduhannya: merencanakan pemberontakan kepada
Belanda.

Agustus 1930
Pengadilan Sukarno. Dalam pembelaannya yang amat terkenal, “Indonesia
Menggugat”, ia mengecam penjajahan dan menyerukan perlawanan. Untuk
pertama kalinya dia memakai istilah “Marhaen” sebagai ganti kaum buruh
(proletar).

31 Desember 1931
Hukuman Sukarno dipotong dua tahun dan ia dibebaskan. PNI pecah,
Sukarno belakangan memilih masuk Partindo.

1 Agustus 1933
Sukarno ditangkap untuk kedua kalinya.

21 November 1933
Sukarno menyatakan diri keluar dari Partindo.

17 Februari 1934
Sukarno dibuang ke Ende, Flores.

Februari 1938
Pengasingan Sukarno dipindahkan ke Bengkulu.

9 Juli 1942

Sukarno kembali ke Pulau Jawa dan merebut simpati sebagai pemimpin
pergerakan Indonesia di zaman Jepang

16 April 1943
Bersama Jepang, Sukarno membentuk Pusat Tenaga Rakyat (Putera), yang
ternyata dipakai Jepang sebagai pekerja paksa (romusha) dan menjadi
propagandis Jepang.

7 September 1943

Penguasa Jepang menjanjikan kemerdekaan untuk Indonesia kelak di
kemudian hari (tidak ada batas waktu spesifik).

1 Juni 1945

Dalam rapat Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI), Sukarno melahirkan istilah Pancasila, yang menjadi
dasar negara Indonesia. Rapat itu juga menyekapati Undang-Undang Dasar
1945 sebagai konstituti negara Indonesia.

16 Agustus 1945
Sukarno menolak tuntutan pemuda untuk memproklamasikan Indonesia
dengan alasan belum mendapat kepastian menyerahnya Jepang dalam
perang. Mereka menculik Sukarno dan Hatta dan membawanya ke
Rengasdengklok.

17 Agustus 1945
Proklamasi Indonesia dibacakan Sukarno dan Hatta, atas nama bangsa
Indonesia.

18 Agustus 1945
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) bersidang dan
menetapkan Sukarno sebagai presiden dan Mohammad Hatta sebagai
wakilnya. Kelak mereka dikenal dengan Dwi-Tunggal.

3 November 1945
Pemerintah mengeluarkan maklumat yang isinya menyukai terbentuknya
partai politik dan mengadopsi sistem parlementer.

14 November 1945
Kabinet pertama yang baru berusia tiga bulan jatuh, digantikan kabinet
kedua dengan bentuk parlementer di bawah Perdana Menteri Sjahrir. Sejak
saat itu, kabinet selalu jatuh-bangun.

18 September 1948
Pecah pemberontakan PKI Madiun yang dipimpin Muso, tokoh PKI yang
sejak 1920-an mengungsi di Moskow.

27 Desember 1949
Lewat Konferensi Meja Bundar di Den Haag, Belanda resmi menyerahkan
kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat. Pada Agustus 1950, ia
berhasil menyatukan negara dalam negara itu menjadi Negara Kesatuan
Republik Indonesia.

17 Oktober 1952
Dikenal sebagai Peristiwa 17 Oktober, ketika sebagian tentara angkatan
darat mengarahkan moncong meriamnya ke Istana dan menuntut Sukarno
membubarkan parlemen.

18 April 1955
Berlangsung Konferensi Asia Afrika atas prakarsa Bung Karno.

31 Desember 1956
Muhammad Hatta mengundurkan diri dari jabatan Wakil Presiden RI.

21 Februari 1957
Sukarno membekukan sistem demokrasi parlementer yang berlangsung
sejak 1950 dan menggantinya dengan demokrasi terpimpin.

14 Maret 1957
Sukarno memberlakukan keadaan perang dan darurat perang (SOB) akibat
banyaknya pemberontakan militer di daerah.

30 November 1957
Terjadi percobaan pembunuhan terhadap Sukarno. Semua pelaku dihukum
mati. Para pelaku diidentifikasi sebagai kelompok antikomunis.

5 Juli 1959
Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang isinya membubarkan
konstituante (DPR Sementara) dan kembali ke Undang-Undang Dasar 1945.

17 Agustus 1959
Sukarno memperkenalkan Manifesto Politik yang oleh MPRS dikukuhkan
menjadi Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Manipol memuat lima
pokok: UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi
Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia (USDEK).

30 September 1960
Di depan Majelis Umum PBB, Sukarno menguraikan Pancasila dan
perjuangan membebaskan Irian Barat dalam pidato berjudul To Build the
World Anew.


1963
Untuk menandingi Olimpiade yang digelar negara-negara Barat, Sukarno
menggelar pertandingan olahraga internasional Ganefo (Games of New
Emerging Forces) di Senayan, Jakarta, 10-22 November 1963, yang diikuti
48 negara.

3 Mei 1964
Karena kebenciannya kepada kolonialisme Inggris di Asia, Sukarno
menyerukan “Ganyang Malaysia”. Indonesia keluar dari PBB dan
membentuk Poros Jakarta-Peking.

14 Januari 1965
Partai Komunis Indonesia mulai melancarkan provo-kasi dengan tuntutan
untuk mempersenjatai buruh dan tani (angkat-an kelima). Sukarno belum
menanggapinya.

26 Mei 1965
Beredar isu “Dokumen Gilchrist” yang menyebutkan adanya dewan jenderal
dalam tubuh angkatan bersen-jata untuk mengambil kekuasaan dari
Sukarno.

Juli 1965
Sukarno mulai sakit-sakitan dan D.N. Aidit memerintahkan agar biro khusus
PKI menyiapkan gerakan mengantisipasi dampak sakitnya Sukarno.

30 September 1965

Penculikan dan pembunuhan tujuh jenderal AD di Jakarta. PKI, yang
memperoleh perlindungan Sukarno, dituding sebagai biang keladinya.

14 Oktober 1965
Mayor Jenderal Soeharto dilantik sebagai Menteri Panglima Angkatan Darat
dan segara membekukan kegiatan PKI dan ormas-ormasnya. Sukarno
menolak untuk bertindak tegas terhadap PKI.

11 Maret 1966
Dengan helikopter, Sukarno terbang ke Istana Bogor, setelah mendengar
Istana dikepung pasukan tak dikenal. Di sanalah dia menandatangani
Supersemar.

20 Juni 1966
Sidang Umum Ke-4 MPRS di Jakarta antara lain menetapkan, jika Presiden
berhalangan tetap, pengemban Supersemar, yakni Soeharto, menjadi
presiden.

21 Januari 1967

Pidato pertanggungjawaban Sukarno pada 10 Januari, Nawaksara, ditolak
MPRS dan DPRGR menyimpulkan ada petunjuk Sukarno terlibat dalam
peristiwa 30 September.

22 Februari 1967:
Sukarno diberhentikan dari jabatan presiden dan digantikan Jenderal
Soeharto.

21 Juni 1970:
Sukarno wafat di RSPAD Gatot Subroto setelah menderita sakit yang lama
di Wisma Yasa Jakarta dan Istana Bogor. Jenazah Sukarno dimakamkan di
Blitar. Hingga akhir hayatnya, Sukarno tak pernah diadili karena tuduhan pro-
PKI.

Sumber: http://penasoekarno.wordpress.com/2009/11/14/saat-bersejarah-bagi-bung-karno/

Keep Never Say Die Attitude & Down To Earth

Tidak ada komentar:

Posting Komentar