Senin, 04 Oktober 2010

Skenario IMF menjatuhkan Soeharto


Nilai rupiah jatuh menjadi Rp. 13.373 per dolar AS tidak lama setelah Presiden Soeharto menandatangani Letter of Intent (Lol) dengan Dana Moneter Internasional (IMF), 15 Januari 1998.

IMF yang semula diyakini sebagai dewa penyelamat, seakan membiarkan kondisi ekonomi semakin buruk.

Soeharto kecewa, bangunan puluhan tahun rontok dengan cepat !


Prof Steve H. Hanke, pengajar Ilmu Ekonomi Terapan pada Department of Geography and Environmental Engineering, Universitas John Hopkins, Amerika Serikat, ditunjuk oleh Presiden Soeharto sebagai penasihat ekonomi.

Soeharto berharap besar pada Hanke untuk menstabilkan nilai rupiah. Hanke menyodorkan sistem dewan mata uang (currency board system/CBS) yang mematok Rp.5.000 per dolar AS. Hanke memang ahlinya. Pak Harto yakin sekali inilah cara pamungkas menstabilkan nilai tukar rupiah.

Namun rencana ini mendapat reaksi keras tidak saja dari IMF tetapi juga oleh pengamat ekonomi nasional. IMF menolak pemberlakukan CBS dan menilainya tidak sesuai dengan kesepakatan yang telah ditandatangani Pak Harto. Tekanan juga datang dari AS, Jerman, Jepang, Australia, dan Inggris. Melalui pembicaraan telepon, para pemimpin negara-negara itu mendesak Pak Harto tetap menjalankan program IMF.

Rencana Pak Harto untuk menerapkan CBS akhirnya kandas dalam tekanan, meski ketika itu nilai tukar rupiah mulai membaik, dari Rp 13.673 pada Januari 1998 menjadi Rp 8.800 pada pertengahan Pebruari, dan kemudian turun lagi.

Krisis moneter berlanjut ke wilayah politik. Mei 1998, kerusuhan meledak di berbagai daerah. Soeharto akhirnya menyerah pada 21 Mei, setelah 33 tahun berkuasa dan menjadi salah satu orang terkuat Asia.

Sepuluh tahun setelah peristiwa itu, Prof Steve H. Hanke berbicara di hadapan tokoh-tokoh bisnis Indonesia di Globe Asia Exclusive Insights, Jakarta. Dalam forum ini, seperti diberitakan Wakil Pemred LKBN Antara, Ahmad Kunaeni, Steve Hanke memaparkan kisah dibalik penolakan konsep CBS.

Dalam berbagai pertemuan di Cendana, Soeharto menyetujui konsep Hanke dan mengangkat Hanke sebagai penasehatnya. Namun, rencana penerapan CBS mendapat reaksi keras. Menurut Hanke, pada waktu itu Soeharto ditekan oleh Presiden AS, Bill Clinton, dan Direktur pelaksana IMF, Michel Camdessus, supaya tidak melaksanakan CBS dengan ancaman menunda bantuan 43 miliar dolar AS.

Belakangan Hanke mendapat jawaban atas penolakan AS dan IMF. Penolakan itu, kata Hanke mengutip pendapat penerima Nobel ekonomi, Merton Miller, bukan karena sistem CBS tidak dapat dijalankan,

melainkan apabila sistem itu berjalan maka Soeharto akan tetap berkuasa.

Mantan PM Australia, Paul Keating, berpendapat sama. Menurutnya, AS sengaja menggunakan ambruknya ekomomi sebagai alat menggusur Soeharto.

Setelah pensiun dari IMF, Michel Camdessus tidak menolak atas skenario penolakan CBS untuk menjatuhkan Soeharto. Menurut Hanke, Camdessus dengan bangga memproklamasikan bahwa kondisi itu diciptakan agar Soeharto meninggalkan jabatannya !

Dari semua peristiwa dan pandapat itu, Prof Hanke sampai pada kesimpulan: “Seperti yang dilakukan terhadap Shah Iran, Amerika Serikat telah mengeliminasi Soeharto.”

Soeharto yang berpuluh-puluh tahun berkuasa, akhirnya juga jatuh secara tragis. Kita mengenang peristiwa itu dan menyebutnya : REFORMASI !
 


Keep Never Say Die Attitude & Down To Earth

Tidak ada komentar:

Posting Komentar